SDGs dan Ketimpangan Pendidikan di Indonesia
Sustainable Development Goals merupakan agenda 15 tahunan dari PBB yang dibentuk sebagai sebuah motivasi pembangunan bersama dengan permasalahan inti: kemiskinan, planet Bumi, perdamaian dunia, kerjasama antar negara, dan tentunya masalah-masalah sosial. Hal ini juga berfungsi untuk mendorong kita untuk berfikir secara kreatif demi menyelesaikan tantangan demi tantangan. Ada 17 tujuan dengan 169 pencapaian yang terkandung di periode ini. Salah satunya ialah pendidikan berkualitas.
Pendidikan merupakan fondasi awal dari segala penyelesaian permasalahan sosial. Melalui pendidikan, akan ada banyak lapangan pekerjaan terbuka sehingga tingkat kemiskinanpun menurun. Hak setiap warga negara dapat diperjuangkan. Pertumbuhan negara juga akan lebih pesat.
Sayangnya, pendidikan di Indonesia tertinggal 128 tahun lamanya. Kualitas yang masih jauh dari kata baik. Guru-guru dengan kemampuan mengajar yang rendah. Dan segudang permasalahan lainnya yang belum juga dapat diatasi. Namun, satu hal yang selalu menarik perhatian ialah pendidikan yang tidak merata.
Beruntungnya, masih ada Pak Nurokhim, sang pendiri sekolah Master, yang bersedia untuk memberikan sekolah gratis kepada anak-anak yang hak pendidikannya terenggut. Sekolah Master tentunya jauh berbeda dari sekolah-sekolah pada umunya. Tidak ada aneka seragam yang dapat dikenakan. Tidak ada meja sebagai fasilitas belajar. Dan guru guru yang tidak bersertifikasi dan jarang diberi gaji. Tuntutan atas kemanusiaan menjadi alasannya. Sekolah itu penuh dengan wajah-wajah anak pengamen, kalangan pra-sejahtera, dan anak-anak jalanan.
Menjalankan sekolah tanpa biaya seperti ini bukan berarti tidak ada halangan. Banyak siswa yang tidak memiliki identitas. Proses belajar yang kerap kali tidak berjalan baik karena terhadang ongkos ataupun ditangkap Satpol PP karena mengamen. Adapula siswa yang dating dengan perut kosong. Kendati demikian, hal tersebut tidak mengecilkan hati para pengurus sekolah Master. Dengan penuh semangat, mereka terus berupaya menyelamatkan hak-hak siswa untuk mendapatkan pendidikan.
Mengetahui adanya program SDGs dari pemerintah, Pak Nurokhim pun berharap masyarakat tidak dibebani biaya pendidikan dan terdapat lapangan pekerjaan yang luas. Menurutnya, pendidikan dapat menjadi alas agar seorang warga negara dapat produktif sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
"Sekolah wajib 9 tahun digaungkan,
namun terbang hanya jadi angan.
Pendidikan yang seharusnya dirasakan sejak dini,
nyatanya hanya untuk orang yang memumpuni.
Aku ingin jadi pilot, professor, guru, dokter!
Sorak bergembira menyebut cita,
tak sadari apa yang dilihat di depan mata.
Terurailah sepotong impian kecil,
yang nyatanya tak pernah lebih besar dari batu kerikil.
Menuju 74 tahun lamanya,
persoalan dalam pendidikan masih belum ada habis habisnya.
Masih saja ditemui banyak anak-anak terbengkalai,
yang membiarkan segala mimpinya menjuntai.
Bersyukurlah Indonesia,
masih ada yang cukup jeli melihat sendunya pendidikan di negara tercinta."
***
LOMBA INOVASI DIGITAL MAHASISWA (LIDM) 2019 - Divisi III - 031037 - 'N Droom
- Dionisius, 51415974, Teknik Informatika (Editor Audio)
- Imam Febi Satrio, 53415301, Teknik Informatika (Editor Video)
- Prasiani Purnama Sari, 15615370, Sastra Inggris (Penulis Narasi & Narator)
- Rakha Panji Giantama, 55415615, Teknik Informatika (Animator)
Universitas Gunadarma
***Instagram :
Comments
Post a Comment